![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
Prosedur Berperkara | Layanan Informasi | Jadwal Sidang | SIPP | APM |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
SIWAS MA RI | e - Court | Sukamas | Pelita | Validasi Akta Cerai |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
siMUPLI | Pojok | Kotak Kemajuan | SIGOA-SKM | SIYANTIS |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
|
Cuti Tahunan | Izin Keluar Kantor | Apl Gugatan Mandiri | SURTI - SURVEI BADILAG |
Termasuk kesempurnaan agama Islam adalah memuliakan wanita muslimah dan memberikan penjagaan terbaik kepada mereka serta memperhatikan hak-haknya.
Allah SWT menciptakan wanita sebagai salah satu ciptaan-Nya. Wanita di dalam Islam memiliki kedudukan yang sangat mulia. Oleh karenanya, sebagai wanita muslimah wajib sekali menjaga dirinya serta martabatnya Zaman dahulu, wanita kerap menjadi objek yang selalu direndahkan. Hingga atas perjuangan Rasulullah SAW, wanita menjadi subjek yang dihormati dan diindahkan. Atas perjuangannya, Rasulullah SAW memproklamirkan bahwa wanita memiliki beberapa kedudukan yang sama dengan pria.
Allah SWT berfirman dalam QS An-Nisa ayat 34:
Artinya: "Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya..."
Hal ini menjelaskan bahwa wanita diciptakan sebagai makhluk mulia yang harus dijaga dan dilindungi. Allah menciptakan keindahan bagi wanita bukan hanya sekedar fisik semata, namun juga keindahan hati dan pikiran. Oleh karenanya, ini diumpamakan sebagai perhiasan yang harus dijaga dan dirawat.
2. Wanita itu karunia, bukan musibah
Dijelaskan dalam QS An-Nahl ayat 72 bahwa Allah SWT berfirman:
Artinya: "Dan Allah menjadikan bagimu pasangan (suami atau istri) dari jenis kamu sendiri dan menjadikan anak dan cucu bagimu dari pasanganmu, serta memberimu rezeki dari yang baik. Mengapa mereka beriman kepada yang batil dan mengingkari nikmat Allah”
Maksud dari ayat tersebut adalah bahwa wanita merupakan salah satu karunia Allah SWT. Karena, bersamanya kaum laki-laki akan mendapatkan ketenangan lahir dan batin, ia juga mampu memberikan energi positif yang bermanfaat seperti rasa cinta dan kasih sayang
Hal ini seperti Firman-Nya dalam QS At-Taubah ayat 71:
Artinya: Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, melaksanakan salat, menunaikan zakat, dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah. Sungguh, Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana.
Berdasarkan ayat tersebut, mengutip buku Berbicara Tentang Perempuan karya Buya Hamka, dijelaskan bahwa Allah memberikan jaminan dan kedudukan yang sama dengan laki-laki. Dalam ayat tersebut juga jelas mengenai kesamaan tugasnya dengan laki-laki. Ia juga memikul kewajiban yang Sama dan mendapat hak yang sama
Sesungguhnya, Islam mengajak agar memuliakan wanita sejak masih kecil. Menyeru agar memperhatikan dan mengurusinya dengan baik. Menyeru agar membaguskan dalam hal pendidikannya, agar kelak menjadi wanita yang sholihah, bisa menjaga diri dan afifah. Demikian pula, Islam mencela perilaku jahiliah yang mengubur anak wanita mereka hidup-hidup. Rasulullah bersabda:
Sesungguhnya, Allah mengharamkan atas kalian berbuat durhaka kepada ibu-ibu kalian, mencegah dan meminta, serta mengubur anak perempuan hidup-hidup. (H.R.Bukhari)
“Allah SWT menciptakan wanita beserta keindahannya bukan hanya fisik saja, akan tetapi juga hati dan pikirannya. Rasulullah SAW bersabda, “Dunia adalah perhiasan, sebaik-baiknya perhiasan dunia adalah istri yang shalihah.” (HR. Muslim dari Abdullah bin Amr)
Wanita adalah seseorang yang seharusnya dinafkahi, bukan yang menafkahi. Sebagaimana tercantum dalam QS. Al Baqarah ayat 233 berikut.
“Artinya: “Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf.”
Bahkan, Allah menyiapkan pahala yang besar berupa surga bagi yang sabar dalam mengurusi anak perempuan. Rasulullah bersabda:
“Barang siapa yang mempunyai tiga orang anak perempuan, dia melindungi, mencukupi, dan menyayanginya, maka wajib baginya surga. Ada yang bertanya; bagaimana kalau dua orang anak wanita wahai Rasululloh? Beliau menjawab; dua anak wanita juga termasuk.” (HR.Bukhari).
Yaitu, Islam memerintahkan agar berbuat baik kepada seorang ibu, dengan membantu, mengagungkan, mendokan kebaikan, menjaga dari segala gangguan dan anjuran bergaul sebaik mungkin kepadanya. Allah berfirman;
“Dan Robbmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.” (QS.al-Isroo ayat 23-24).
Rasullullah SAW Bersabda
“Ada seseorang datang menemui Nabi dan bertanya, “Wahai Rasulullah kepada siapakah aku selayaknya berbuat baik? Beliau menjawab, “Kepada Ibumu!” orang tadi bertanya kembali, “Lalu kepada siapa lagi? Rasulullah menjawab, “Ibumu”, kemudian ia mengulangi pertanyaan, dan Rasulullah tetap menjawab, “Kepada Ibumu!” ia bertanya kembali, “setelah itu kepada siapa lagi? Beliau menjawab, “kepada bapakmu!”. (HR Bukhari dan Muslim)
Islam telah memberikan hak-hak yang agung bagi istri yang harus dilaksanakan seorang suami, sebagaimana suami juga punya hak yang agung. Di antara ayat yang menerangkan hak-hak istri adalah firman Allah yang berbunyi;
Dan bergaullah dengan mereka (para istri) secara patut (QS.an-Nisaa ayat 19).
Yaitu, Islam memuliakan wanita-wanita yang tidak ada hubungan kekerabatan, akan tetapi mereka membutuhkan pertolongan. Di antara contohnya Nabi bersabda:
"Orang yang mengusahakan bantuan bagi para janda dan orang-orang miskin seolah-olah dia adalah orang yang berjihad di jalan Allah. Rowi berkata: dan aku mengira beliau juga berkata; dan seperti orang yang shalat tidak pernah lemah dan seperti orang yang puasa tidak pernah berbuka." (HR Bukhari). Wallahu A’lam.
Dalam kemulyaan wanita berikut beberapa wanita yang Allah janjikan masuk Surga : Khadijah binti khuwailid, Fatimah Bintyi Muhammad, Siti Aisyah RA, Maryam binti Imran, Siti Asyiah binti Muzahim( Istri Fir’aun),
Hak atas tanah di Indonesia diatur pada Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (untuk selanjutnya disebut sebagai “UUPA”). Adapun hak-hak atas tanah di Indonesia terbagi menjadi berikut:[1]
Selain itu terdapat pula hak hak atas tanah lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan Indonesia. Salah satu contohnya ialah Hak Pengelolaan yang diatur pada Undang Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan bangunan. Hak Pengelolaan berbeda dan juga bukan merupakan bagian dari Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai sebagaimana diatur dalam UUPA.
Namun seiring dengan perkembangan hukum dewasa ini, terdapat beberapa tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna Bangunan.[2] Terjadinya Hak Guna Bangunan dapat berdiri di atas hak lainnya:
Tanah negara adalah tanah yang tidak dilekati dengan sesuatu hak atas tanah, bukan tanah wakaf, bukan tanah ulayat, dan/atau bukan merupakan asset barang milik negara/barang milik daerah.[3] Hak Guna Bangunan dapat berdiri di atas tanah negara. Hak Guna Bangunan ini diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh menteri untuk jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) tahun, diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan diperbarui untuk jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) tahun.[4]
Hak pengelolaan adalah hak menguasai dari negara yang kewenangannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya.[5] Kewenangan yang dilimpahkan itu adalah kewenangan berupa perencanaan peruntukan dan penggunaan tanah, penggunaan tanah untuk keperluan pelaksanaan tugasnya, penyerahan bagian-bagian dari tanah tersebut kepada pihak ketiga dan atau bekerja sama dengan pihak ketiga.[6] Pemegangnya dapat merencanakan penggunaan tanah yang bersangkutan dan menunjuk Badan Hukum atau orang yang diberi hak untuk menggunakannya dengan sesuatu hak atas tanah tertentu sesuai UUPA, misalnya Hak Guna Bangunan. Oleh karena itu seluruh ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai hak guna bangunan pada umumnya berlaku pula bagi hak guna bangunan diatas tanah hak pengelolaan sepanjang penggunaannya setiap pemegang hak guna bangunan tetap terikat pada syarat yang ditentukan dalam perjanjian pemberian penggunaan tanah antara pemegang hak pengelolaan dengan pemegang hak guna bangunan.[7] Berdasarkan hal tersebut maka Hak Guna Bangunan di atas Hak Pengelolaan dapat dijadikan jaminan hak tanggungan, dimana HGB tersebut dijaminkan dalam bentuk Hak Tanggungan yang diberikan melalui Akta Pembebanan Hak Tanggungan (APHT), melalui 2 (dua) cara, yaitu:[8]
Keputusan mengenai pemberian Hak Guna Bangunan diberikan oleh Menteri berdasarkan persetujuan pemegang hak pengelolaan.[11] Hak guna bangunan ini diberikan untuk jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) tahun, diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan diperbarui untuk jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) tahun.[12]
Hak milik adalah hak turun menurut, terkuat, dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah.[13] Hak milik hanya dapat dipunyai oleh WNI.[14] Saat ini Hak Guna Bangunan dapat berdiri di atas Tanah hak milik. Hak Guna Bangunan ini terjadi melalui pemberian hak oleh pemegang hak milik dengan akta yang dihuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah.[15] Hak Guna bangunan ini diberikan untuk jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) tahun dan dapat diperbarui dengan akta pemberian hak guna bangunan di atas hak milik.[16]
[1] Pasal 16 ayat (1) Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
[2] Pasal 36 Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, Dan Pendaftaran Tanah
[3] Pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, Dan Pendaftaran Tanah
[4] Pasal 37 ayat (1) jo. Pasal 38 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, Dan Pendaftaran Tanah
[5] Pasal 1 angka 4 Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan
[6] Pasal 2 huruf f Undang Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan bangunan.
[7] Prasetya, Dwi Rangga, Hatta Isnaini Wahyu Utomo. 2019, Perlindungan Hukum Bagi Kreditur Atas Jaminan Sertifikat Hak Guna Bangunan Yang Berdiri Di Atas Hak Pengelolaan. Jurnal Res Judicata, Vol. 2, No. 2, Oktober, hlm 314.
[8] Septhian Luck Dwi Putra Gode, Dkk. 2023, Analisa Yuridis Hak Guna Bangunan Di Atas Hak Pengelolaan Yang Bisa Dijadikan Jaminan Utang, Jurnal Unes Law Review, Vol. 5, No. 4, Juni 2023, hlm. 3213.
[9] Pasal 8 Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan
[10] Pasal 15 No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan
[11] Pasal 38 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, Dan Pendaftaran Tanah
[12] Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, Dan Pendaftaran Tanah
[13] Pasal 20 ayat (1) Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
[14] Pasal 21 ayat (1) Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
[15] Pasal 38 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, Dan Pendaftaran Tanah
[16] Pasal 37 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, Dan Pendaftaran Tanah